Jumat, 13 Maret 2009

Sungguh Tega

Senyumnya pudar seketika angin bertiup.
Linangan air mata membekas di sekitar kelopak.
Putih kia memerah.
Suasana kian membisu, membuat aku mulai tersentuh.
Sikapku bagai pedang yang menyayat, hingga batinnya terluka.
Tega.
Sungguh tega.
Hatiku bagai binatang.
Kubiarkan ia bersedih, padahal ia yang ku sayang.
Kuanggap ia mentari, yang mampu menyinari pagi.
Namun kubuat ia bersedih, hingga ia tersakiti.
Tega.
Sngguh tega.
Hatiku bagai binatang.
Ia menangis, hatiku seakan senang.
Tega.
Sungguh tega.
Hatiku bagai binatang.

Tidak ada komentar: